Pukulan itu kembali terayun.
”Blughh!!”
Tepat di ulu hatiku…
Cairan kental muntah dari mulutku.
Belum lagi aku luruh. Sebuah tendangan melontarkanku keatas disusul tonjokan yang membanting tubuhku ke samping.
”Bruggg!!”
Aku berdebam keras.
Mulutku menghantam lantai.
Asin terasa di bibirku yang rengkah.
Aku tak bisa menghindari pertarungan ini.
Karma yang harus ku genapi.
Takdir yang harus ku hadapi.
Segera kubersiap.
Yang harus kulakukan adalah merangkak bangun lalu kembali pasang kuda-kuda.
Tetapi aku kalah cepat.
Diinjaknya punggungku sambil mengayunkan pukulan bertubi ke belakang kepalaku. Kali ini aku tak diam.
Liat kucoba melempar tubuh kesamping.
Pukulan berhasil kuhindari. Tetapi kakinya justru mendapatkan sasaran empuk.
Perutku diinjaknya keras-keras.
”Wuekkkkkk!! Crottttt!!”
Sekali lagi mulutku memuntahkan gumpalan-gumpalan cair agak pekat.
Mataku sudah kabur.
Tetapi masih ada sisa-sisa kesadaran.
Aku harus melawan.
Kalah menang urusan belakang.
Rupanya
mahkluk itu sedikit berbelas kasihan padaku. Dihentikan hajarannya.
Itu memberiku kesempatan untuk mengatur nafas, sambil menyeka darah dari mulut yang sudah tak jelas bentuknya ini.
Kupaksa bangkit dengan melompat, dan berhasil.
meski tindak kakiku masih limbung. Harus mengayun tangan kiri kanan agar seimbang.
Samar kutatap wajahnya.. diantara darah yang nyiprat masuk mataku.. Kutatap wajah itu.. Wajah makhluk yang tanpa ba-bi-bu menghajarku…
Itu memberiku kesempatan untuk mengatur nafas, sambil menyeka darah dari mulut yang sudah tak jelas bentuknya ini.
Kupaksa bangkit dengan melompat, dan berhasil.
meski tindak kakiku masih limbung. Harus mengayun tangan kiri kanan agar seimbang.
Samar kutatap wajahnya.. diantara darah yang nyiprat masuk mataku.. Kutatap wajah itu.. Wajah makhluk yang tanpa ba-bi-bu menghajarku…
Kulihat
wajah itu…
Adalah wajahku sendiri..
Ah.
Meski terkejut, aku mencoba tenang.
Adalah wajahku sendiri..
Ah.
Meski terkejut, aku mencoba tenang.
“Jangan
cengeng dan mengasihani diri sendiri!!” katanya sambil terkekeh…
Mirip tokoh-tokoh jahat dalam sinetron misteri.
Kulihat makhluk berujud diriku itu memegang tali di tangannya.
Aku siaga. Segala kemungkinan bisa terjadi.
Tiba-tiba ia melompat, cepat sekali.
Aku mencoba menghindar, tetapi limbung.
Tangannya menyentakkan tali tepat di leherku.
Ku tahan dengan tanganku agar tak segera menjerat.
Lalu kami adu kuat. Kakinya meruntuhkan sisa kekuatanku, saat sebuah tendangan terayun tepat di ulu hati. “Duggh!!”
Mirip tokoh-tokoh jahat dalam sinetron misteri.
Kulihat makhluk berujud diriku itu memegang tali di tangannya.
Aku siaga. Segala kemungkinan bisa terjadi.
Tiba-tiba ia melompat, cepat sekali.
Aku mencoba menghindar, tetapi limbung.
Tangannya menyentakkan tali tepat di leherku.
Ku tahan dengan tanganku agar tak segera menjerat.
Lalu kami adu kuat. Kakinya meruntuhkan sisa kekuatanku, saat sebuah tendangan terayun tepat di ulu hati. “Duggh!!”
Aku
menggelepar, saat tali itu sepenuhnya menjerat leherku. Oksigen terakhir
kuhirup lahap.
Sampai kemudian sekejab semuanya gelap.
#
Saat kembali terang, aku seperti melayang.
kulihat diriku dibawah, tergantung di tiang.
Orang-orang berteriak, mereka kawan-kawan dekatku.
Mencoba memberi pertolongan.
Tali yang menjerat leher diputus, lalu jasadku dibawa ke sebuah ruangan, untuk coba diberikan pertolongan. Tetapi sepertinya semua sia-sia.
Aku
sudah disini, di lorong penuh cahaya.Sampai kemudian sekejab semuanya gelap.
#
Saat kembali terang, aku seperti melayang.
kulihat diriku dibawah, tergantung di tiang.
Orang-orang berteriak, mereka kawan-kawan dekatku.
Mencoba memberi pertolongan.
Tali yang menjerat leher diputus, lalu jasadku dibawa ke sebuah ruangan, untuk coba diberikan pertolongan. Tetapi sepertinya semua sia-sia.
Terbebas dari raga yang menyiksa itu.
Terbebas dari kejaran dan teror ke ‘aku”an yang membuatku jadi gila.
@seblat | depok | 2013