blog yg lain

Monday, July 15, 2013

Cerita Lelaki




Enam botol bir itu sudah tandas isinya.
Mata kami tak juga meredup, justru tambah liar.
Temaram lampu menyamarkan wajah gadis-gadis itu.
Lekuk tubuh mereka saja yang menari-nari di mata ini.
Bondan sudah “naik” sepertinya. Dengan sigap direngkuhnya gadis langganannya itu.
“aku naik dulu ya..”
katanya sambil cengengesan, meninggalkan kami.

Tejo meneruskan menyanyi.
Suara cemprang tak masalah, orang mabuk gini.
Bir datang lagi, empat botol. Ditenteng Sari, Purel Langganan Tejo yang lumayan montok dengan body “renaissance” nya.
Suasana berubah menjadi klasik.
Seperti kembali ke abad pertengahan.
Sari mendekap Tejo yang seperti kesurupan nyanyinya.
Keduanya berciuman dengan ganas.
Aku seperti melihat Monalisa mencumbu Basquiat.
Lelaki dengan rambut gimbal bercumbu dengan gadis montok berambut lurus. Bercumbu dalam irama musik metal… Mellow Total khas band-band indonesia terkini.
Aku menyambar mike, meneruskan nyanyi.
Tentunya tetap dengan suara tak karu-karuan.
Dan.. Bir…
Tambah lagi...
Tambah lagi… Lagi…
Lupa sudah wajah anak dan istri. Ingatan tentang pernikahan. Juga anak-anak di rumah yang menunggu ayahnya pulang.
Lelaki, selalu punya pembenaran untuk semua yang dilakukan. 
Toh, kami tak pernah menggadaikan cinta.
Hanya pemenuhan syahwat.
Seperti saat lapar, kami makan. Saat haus kami minum.
Syahwat pun demikian, saat butuh membuang sperma, di belilah lubang pembuangan itu. 
Istri?
 Waduh.. ia terlalu agung untuk sekedar sebagai alat buang hajat.
Juga saat suntuk di tengah pekerjaan yang seperti menyeruduk.
Membanting dan menguras tenaga. 
Kami butuh pelampiasan.
Dan teriak-teriak seperti ini tak mungkin dilakukan dirumah. 
Harus jaim di mata anak-anak.
Karena kami adalah bapak teladan di mata mereka.
Kami harus terlihat tegas tapi lembut dan hangat. 
Ah.. sudah lah..
kami sedang menikmati kemerdekaan curi-curi ini.
Kebetulan juga, uang yang kami hamburkan adalah uang haram.
Uang panas yang tak jelas asalnya, yang tak baik kalau kami bagi dengan anak dan istri.
Jadi… reguk lagii.
Pagut lagi….
Sampai pagi…
Sampai keringat susut, dan kami membersihkan diri.

Memakai minyak wangi lagi.
Sehingga istri tak curiga dan anak mau memeluk ayahnya. 
Menyambutnya bak pahlawan yang pulang kecapean karena lembur menyelesaikan pekerjaan.

@seblat | November 2008

4 comments: