blog yg lain

Tuesday, July 16, 2013

Cinta Belum Berakhir



Wajah itu seperti kukenal.
Dalam batas jarak pandangku, kulihat ia di seberang jalan.
Berdiri di halte yang terletak persis di seberang apartemen. Dengan baju yang tak asing di ingatanku. Sayang hujan lebat menghambatku untuk berusaha mendekatinya.
Kuyakinkan sekali lagi pengelihatanku.
Tetapi sosok itu telah hilang.

Kedua kalinya kulihat perempuan  itu. Tampak duduk di dalam kafe langgananku. Saat itu aku akan keluar meninggalkan kafe.  Kulihat di selasar depan, di kursi pojok kiri. Tempat yang sering kupilih untuk menyendiri saat memang sedang ingin sendiri. Perempuan  itu tampak menempatinya. Kami sempat bertatapan  sejenak. Kuyakinkan bahwa ia memang perempuan yang pernah begitu istimewa, bersemayam di hatiku.
Tetapi, lagi-lagi, rasa sakit ini membawa kakiku menjauh.
Menggiring langkah bergerak cepat.
Saat kutengok ke belakang setelah aku sampai di bibir jalan.
Lagi-lagi.. Sosok itu menghilang.
Kulirik jam, sudah diangka 2.04 WIB. Mana mungkin anak itu keluar jam segini. Setahuku, ia dulu suka kelayapan sampai pagi ya hanya denganku.
Ah, sudah lah, sebuah taksi melintas dan tanganku spontan melambai. Tahu-tahu aku didalamnya dan melesat menuju pinggiran Jakarta menuju tempat tinggalku.
Pertemuan ketiga. Kali ini aku menemui perempuan  itu di bandara, saat akan terbang menuju Surabaya. Tepatnya di restoran cepat saji yang lagi-lagi adalah… tempat dimana dulu aku pernah menunggu dia.
Saat aku dengan sekantung donat. Menunggu pesawat yang ditumpanginya,  yang ternyata terlambat datang.
Di deretan depan kursi keperakan itu. Dengan mulut yang tak berhenti mengunyah karena menahan tegang yang amat sangat. Kegelisahan laki-laki yang takut gadisnya mengalami celaka.
Ia sekarang terpekur disitu. Lagi-lagi, perasaan sakit ini yang menahan kakiku mendekatinya.
Aku menghambur cepat meninggalkan sosoknya sambil menyeret bawaanku yang lumayan berat. Pesawat segera berangkat.
Dalam perjalanan didalam taksi dari Juanda menuju Surabaya kota, baru terpikir olehku, ada yang aneh dalam setiap perjumpaanku dengannya. 
Perempuan  itu menampakkan diri di tempat-tempat dimana aku dulu pernah mempunyai kenangan dengannya. Baik kenangan pahit ataupun manis. Kuingat-ingat. Pertama kali ia menampakkan diri di depan apartemen adalah tempat dimana kami dulu pernah bertengkar hebat. Halte depan apartemen dan hujan yang mengguyur hebat. Hmm.. sebuah kebetulan yang ajaib. Saat di kafe itupun. di tempat biasa aku menenggelamkan diri. Ia datang di suatu malam. Menemuiku menyampaikan kabar itu. Kabar yang melantakkan semuanya. 
Kemudian terakhir, di bandara.
rasa penasaran ini membuatku merogoh saku jaket. mengeluarkan HP dan memencet nomer seluler. Suara “tut..tut...”  menandakan HP tidak aktif. Kuingat, nomor lain yang bisa kuhubungi. Ya.. nomer rumahnya. tetapi…. Ah, kusingkirkan rasa ragu dihati, yang sempat meruyak dari kemarin.
Yang selalu menahan langkahku menemuinya.
Bukan kaki ini yang malas menemuinya. Tetapi sepertinya hati ini yang masih terasa seperti disayat.
Kupencet nomor rumahnya.. Nada mengisyaratkan tersambung, kemudian ada yang mengangkat telepon. “Assalamualaikum!” Sapaku sopan. “Waalaikum salam…” suara lembut di seberang. sebertinya suara bunda. 
“Saya Rizal bu” aku menguluk diri. Tak kudengar jawaban dari seberang telpon. Diam… Lumayan lama, sepi mengepung percakapan yang coba kubangun. Kemudian, terdengar tarikan nafas dalam disusul suara isak… Isak tangis tertahan. “Nak Rizal sudah tahu kalau Nita meninggal?”

Aku tercekat…
Kakiku mendadak lemas...


@seblat

No comments:

Post a Comment