blog yg lain

Wednesday, July 17, 2013

JOMBLO





Sebuah pertemuan, 
yang sebenarnya tidak disukai oleh lelaki itu. 
Di senja yang tiris oleh hujan, di sebuah kafe yang lindap. 
Tepi malam terasa atis, dan ia akan bertemu dengan perempuan itu. 
Bahkan ia tak bisa berharap kehangatan lagi dari perempuan itu, meski hanya sepagut cium, atau peluk hangat.
Sebenarnya ia sudah menolak dengan halus, tetapi nada suara perempuan di dalam telepon, memaksanya. 
“Aku kangen.” katanya manja..
Dengan suara yang masih  seperti waktu lalu. Tiga tahun silam. Suara yang menyihir kesadarannya, lalu huyung dalam ngungun kepanjangan.

Yah,
Perempuan itu datang dari masa lalunya. 
Perempuan yang pernah membuatnya nyalang dalam dendam. 
Perempuan yang memompakan semangat untuk meruntuhkan segala dalih. 
Segala keinginan yang dimasa lampau tak bisa ia berikan. Perempuan yang mengajarkan rasa sakit yang amat sangat. Saat kemudian  perempuan itu memilih berlalu dari hidupnya. 
Hidup yang sudah direka berdua, yang dengan enteng dilantakkan. Merobohkan  pengharapan akan kehidupan yang pernah mereka rencanakan  berdua.  Semua itu karena kehadiran sosok lain yang mampu memberi lebih. 
Memberi kehidupan di masa depan yang tak bakal sesulit kalau dilewati dengan dirinya. 

Hidup kemudian bergulir menjadi upaya pembuktian.
 Menjadi fragmen muram yang ia rajut dengan nafas dendam.
Dengan satu tujuan. Sebuah pembuktian.
 Ia bisa lebih dari lelaki pilihan sang perempuan tersebut. 
Juga pilihan orang tua si perempuan yang pernah menatap sinis padanya.
Dendam menjadi penyulut lelaki tersebut. 
Dendam, membuat ia kesetanan. mengerahkan segala daya kreatifitasnya. 
Segala kemampuan yang pernah ia dapat dari kampus ataupun guru yang bernama kehidupan. 
Yang terangkum dari pengembaraannya selama ini.
Sampai kemudian ia menemukan “garis putih” yang menjadi pilihan hidupnya kini. Menjadi pedestrian hidup yang saat ini telah menampakkan hasil.
Malam ini sebenarnya ia bisa pongah. 
Menunjukkan segala yang telah ia dapat. 
Menunjukkan tepat dimuka perempuan yang pernah menghinakannya. 
Perempuan yang mencabik dan meruntuhkan balok-balok nasib yang ia susun susah payah.

Jam menunjuk angka delapan malam.
Perempuan itu belum muncul juga. 
Empat batang rokok berserak di asbak, dua gelas kopi hitam tandas. 
Sampai kemudian perempuan itu meneleponnya. 
Mengabarkan ia terjebak hujan yang turun di sekitar kantornya.
Memohon ia untuk mau menunggu.

laki-laki itu termangu.
 Lalu menyapukan pandangan di remang kafe yang sedang memamerkan  lukisan abstrak.
”hmm.. Kenapa aku jadi bodoh seperti ini? Kenapa aku masih mau menunggu dia? “
Laki-laki itu bergumam pelan.
Memang, ia bisa pongah. Bisa menunjukkan keberhasilannya. 
Tetapi untuk apa? Untuk menghinakan? Untuk membuat perempuan itu tersayat? Untuk membuat perempuan itu menyesali pilihannya? 
“Naif!!” Umpatnya dalam hati..
setelah ia bisa menunjukkan dan membuat perempuan itu menyesal, lalu apa yang didapat? kepuasan?..Kebanggaan?! 
“Tolol aku!” umpatnya dalam hati.
Laki-laki itu bergerak dari duduknya, kemudian keluar dari kafe setelah menyisipkan uang disela gelas minuman. Beranjak meninggalkan pertemuan yang dirancang oleh mantan kekasihnya. Beranjak dari arena pamer keberhasilan yang akan ia gelar. 
Terbayang dalam benaknya segala upaya yang telah ia lakukan.
 Itu semua berawal dari dendam.
 Dari kesumat yang “diciptakan” oleh perempuan itu.
Seharusnya ia justru harus berterimakasih dengan perempuan itu. 
Tanpa dia, takkan dijalaninya hidup dengan bara api. 
Dengan semangat yang membuat larik-larik waktunya berlari dengan cepat dan menggeliat penuh semangat.
Yah.. Hidupnya yang dinamis. 
Segala tantangan disambutnya dengan nafsu dan semangat meluap-luap.. 
Itu semua karena semangat pembuktian..
Dan baranya adalah... “Dewi cinta” yang mematahkan sayapnya..
Ia tersenyum sendiri menyadari kebodohannya.
Kemudian berlalu. Memanggil taksi yang membawanya menuju sebuah rumah kecil di tepi sungai Ciliwung..

#
Ia menemuiku..
Untuk menceritakan semuanya. 
Berteman empat  botol bir dan sebotol vodka tentu saja.
Sambil tertawa-tawa.. 
Mentertawai diri sendiri..
Cerita kami terhenti sejenak, saat sebuah SMS masuk. “Zal, rudi ketempatmu tidak? Kami janji ketemuan, tapi dia tak sabar menungguku” 
Sang “Dewi Cinta” itu menanyakan arjunanya yg teler berat di depanku.
“Dewi cinta yang membuat Rudi, sobat kentalku ini memilih jomblo sampai saat ini. 
Sang “Dewi Cinta” yang sudah tiga bulan ini berselingkuh denganku. 
Menduakan suaminya yang kaya raya, tetapi alpa pulang kerumahnya.


@seblat| Tepi Ciliwung


No comments:

Post a Comment